Hi, Apa kabar?
Udah setahun nih sama-sama berjuang dan bertahan di situasi yang tidak mudah. Ada yang mampu bertahan dan ada juga yang harus bertumbangan dari tekanan yang tidak terlihat ini. Covid-19 memang memberikan pengalaman spiritual berbeda bagi setiap manusia. Banyak pastinya perubahan yang telah kalian dan aku lakukan. Dari mulai yang ada di dalam rumah, di taman kecil atau kamar kos. Perubahan yang dituntut dengan cepat terjadi dan dilakukan oleh kita, manusia.
Pertanyaan demi pertanyaan ataupun dialogis manusia dan Tuhan sepertinya sedang sangat intens terjadi di masa ini. Musim pandemi yang mengajarkan banyak hal tentang kehidupan, kematian dan kehati-hatian. Pengalaman spiritual yang berbeda ini juga menjadi level penerimaan dan interpretasi atas tanda yang diberikan kepada kita. Banyak kok yang menganggap yang ada ini tidak ada dan begitu sebaliknya menggangap yang tidak ada ini ada.
Capek, ada kalanya kita menghadapi argumen atas situasi ini. Bayangkan saja capeknya dari mulai level percakapan di tongkrongan, pos ronda, warteg sama ke level pemerintah dan oposisi. Eh, ada yang ketinggalan, Youtube. Rakyat Indonesia ini pada dasarnya adalah rakyat yang sangat penurut ke pemerintahnya dan sangat mudah sakit hati ketika diciderai atau dikhianati para politikus korup! KORUPSI BANSOS itu SANGAT MELUKAI!
Saya tidak perlu menjelaskan bagaimana level melukainya, karena sampai tidak dapat diungkapkan. Mbok ya jangan keterlaluan, itu aja kok mintanya rakyat jelata. Karena cukup realistis bahwa birokrasi belum bebas dari praktek korupsi, tapi mbok ya kalo maling itu jangan kayak TIKUS yang dipasangi keju di Jebakan sambil disorot LAMPU SOKLE. GOBLOKnya kebangetan dan Bikin Marahnya itu Bikin Gelombang BESAR ke kepercayaan pemerintah mberesi CORONA, jangan ngomong mberesi negara, KADOHAN!
Apa kabar MUDIK? Udah 2 mudik ini dilarang ya sama pemerintah. Saya memilih untuk sekali lagi taat dengan anjuran pemerintah, eh larangan maksudnya. MUDIK bagi saya adalah beyond a way back home. MUDIK adalah sebuah skenario pemerataan pendapatan yang sudah menjadi budaya luar biasa warisan nenek moyang. Para pencari berkah diluar kampung halaman membuat spending expenses luar biasa dari mulai bayar zakat, infaq, sedekah, biaya perjalanan sampai dengan berbelanja untuk orang tercinta di kampung. Menurutku ini bukan pola konsumtif merayakan lebaran namun sebuah perayaan syukur.
Indonesia ini penopangnya adalah masyarakat level bawah yang sudah tahu cara bertahan hidup dan sangat adaptif dengan apa yang mereka miliki untuk dapat diutilisasi. Saya termasuk yang resah karena tidak dapat MUDIK lagi tahun ini. Belum berkesempatan untuk nyekar dan paling utama adalah melakukan kalibrasi di titik nol saya dilahirkan. Mudik adalah perjalanan spiritualku, gimana ga resah kalo mesin ada harusnya di reset tapi tidak dilakukan, ada yang makin ga beres di bagian lainnya.
Tapi ya sudahlah, Pemerintah sudah membuat larangan yang harus dipatuhi. Karena saya yakin, jika kita patuh terhadap larangan ini maka Pemerintah melalui Pak Presiden juga akan semakin CEPAT membubarkan SATGAS COVID-19. Dan semoga tidak berganti baju serta semuanya diberikan kesehatan. Jangan sampe Tahun DEPAN masih ada LARANGAN MUDIK lagi, Ntar jadi KEBIASAAN dan BUDAYA baru.
Maaf lahir batin ya…